Rabu, 17 Juni 2015

Tak Bersapa Lagi-1 (CerSam)



Tidak seperti hari yang lalu yang biasa. Semua biasa. Hari ini berbeda. Langit berselimut penuh, memeluk segenap diri matahari. Keegoisan, keserakahannya saat ini begitu membara dalam kubangan udara yang membeku, enggan membagi sinar dari kekasihnya; yaitu matahari; kepada bumi yang membiru dingin. Gelap, pengap. Tanpa tanda kehidupan yang tersibukkan. Semua tertahan dalam sarang. Bercengkrama dalam sarang masing-masing, dan memakan seluruhnya waktu di dalamnya. Kehangatan yang membeku memagari lingkaran bumi. Dari hal tersebut merupakan alasan mengapa seseorang masih mendekam bersama kapuk yang terbungkus kain di dalam ruang kecil yang sedikit lebih hangat dari udara yang berlalu lalang di luar. Sendiri. Menerawang langit, berusaha menyingkap selimutnya yang semakin pekat. Dengan pikiran, mungkin dibalik selimut pekat tersebut seseorang yang dirindu akan turun dari negeri sana. Tapi sia-sia, itu hanya berakibat lamunan. Sekujur tubuh yang gemetar membiru seperti hatinya kini.
Angin berlari-lari sangat kencang, langit menghitam, suhu berselancar ke dasar batas minus. Dinding kamar yang tebal tidak mampu melindungi dari udara yang menusuk hingga ke sumsum tulang. Semua terasa dingin kecuali kelopak mata yang begitu panas. Hingga air yang mengalir mendidih membelah kebekuan wajah. Dia tak ingin dan tidak akan mencoba menerjemahkan arti gemuruh hati. Karena ketakutan akan kesalahan dalam menghakiminya. Yang dapat menciptakan sebuah tirani yang besar dan menambah beban batin. Cukup beban kerinduan yang menguasai dayanya.
Sebuah ataupun beberapa sebab dari kerinduan, hingga kini tidak dapat dijelaskan, dengan apapun itu. Tetapi akibat darinya sangat membekas serta menancap ke dasar hati. Dia yang dirindu sekaigus yang tidak pernah disapa atau menyapa sekalipun, tiba-tiba menyusup dan menjadi bagian yang besar dalam hidup ini. Setiap hembusan nafas, bayangannya mengelus wajah. Setiap detak jantung, menggantung harapan semu tentangnya. Tetapi walaupun semu, mengapa tak sedikitpun gentar menghalangi dalam berlabuh samudera rindunya. Semakin sering memikirkan hal ini, maka semakin hilang kenyataan hidupnya. Karena pertemuan mereka hanya bayangan. Dan apapun yang di dalamnya adalah sesuatu yang jauh dari kenyataan walau sangat nampak dalam kenyataan batinnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar